Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus berkutat
di level 13.300 pada perdagangan Selasa (9/6/2015). Rencana kenaikan
suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed)
masih menjadi sentimen utama yang menekan rupiah.
Melansir data valuta asing Bloomberg, pada pukul 10.47 WIB, nilai tukar rupiah
menguat tipis 0,01 persen ke level 13.383 per dolar AS jika dibanding
dengan penutupan sehari sebelumnya yang tercatat ada di level 13.385 per
per dolar AS.
Di sesi awal perdagangan, nilai tukar rupiah berada di level 13.354
per dolar AS. Dalam perdagangan hari ini rupiah berada di kisaran 13.338
per dolar AS hingga 13.385 per dolar AS.
Sementara, Kurs
referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia,
mencatat nilai tukar rupiah melemah 2 basis poin ke level 13.362 per
dolar AS jika dibandingkan dengan perdagangan kemarin yang ada di level
13.360 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar
rupiah telah tertekan 7,3 persen sepanjang tahun ini. Di beberapa bank
lokal nilai tukar rupiah telah menyentuh level 13.385 per dolar AS, yang
merupakan level terendah sejak Agustus 1998.
Ekonom Utama
Allianz SE, Mohamed El-Erian menjelaskan, data tenaga kerja Amerika
Serikat (AS) menjadi salah satu penyebab penguatan dolar AS sehingga
menekan hampir seluruh mata uang di dunia termasuk rupiah.
Dengan membaiknya data tenaga kerja maka ada peluang bagi Bank
Sentral AS atau The Fed untuk segera menaikkan suku bunga pada tahun
ini. "Ada kemungkinan yang lebih besar The Fed akan melakukan aksi
pengetatan moneter di tahun ini," jelasnya.
Menurut El-Erian, jika suku bunga The Fed naik maka akan membuat
investor menata uang investasinya dan menarik dana-dana dari
negara-negara berkembang untuk kembali ke Amerika.
Pelarian
dana-dana tersebut sudah mulai terlihat, dalam satu pekan terakhir,
investor asing terus melakukan aksi jual dalam transaksi di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dengan nilai rata-rata mencapai Rp 400 miliar.
PT
Mandiri Sekuritas mencatat jika rupiah terus melemah dan menyentuh
level 13.400 per dolar AS, ada kemungkinan dana asing sebesar RP 46
triliun yang telah masuk di beberapa surat utang Indonesia pada periode
Januari dan Februari 2015 kemarin akan keluar.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan surat utang sebesar Rp 173
triliun dari awal tahun hingga periode Mei 2015 kemarin. Nilai tersebut
sudah mendekati 50 persen dari target penerbitan pemerintah.
Analis
Valuta Asing PT BNI Tbk, Ikhwani Fauzana menjelaskan, Bank Indonesia
saat ini dalam posisi yang sulit. inflasi diperkirakan akan meningkat
seiring dengan adanya beberapa ancaman El Nino yang bisa mengganggu
pasokan bahan makanan. Seharusnya, dengan menaikkan suku bunga acuan
inflasi bisa diredam.
Namun di sisi lain, kenaikan BI Rate
tersebut akan memperlambat investasi sehingga pertumbuhan ekonomi bisa
melambat. Perlambatan ini ditakutkan akan membuat investor berpikir
ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran 13.000 per dolar AS
hingga 13.400 per dollar AS pada 2016. Tekanan terhadap rupiah akan
lebih banyak dari faktor eksternal.
Gubernur BI, Agus
Martowardojo menjelaskan, sentimen global menjadi penekan nilai tukar
rupiah. Seperti tahun ini, pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan
sentimen dari perbaikan ekonomi di Amerika Serikat yang berimplikasi
pada penguatan dollar AS secara luas. Perbaikan ekonomi Amerika membuat
dana-dana yang tadinya masuk ke negara berkembang seperti Indonesia
ditarik kembali.
"Eksternal, didorong penguatan dollar AS.
Kebijakan quantitave easing yang ditempuh bank sentral Eropa. Kemudian
kekhawatiran negosiasi fiskal dari Yunani," ujar Agus.
Agus juga menjelaskan, penguatan dollar AS bisa menimbulkan perang mata uang (currency war)
antara satu negara dengan negara lain. Peluang perang suku bunga akan
lebih besar jika kenaikan suku bunga The Fed dilakukan secara bertahap.
"Justru
yang saya lihat, tiga tahun ke depan akan terus ada currency war karena
kalau program peningkatan bunga berjalan berkala akan berdampak ke mata
uang negara lain. Mata uang negara lain antara satu dengan lain akan
menjaga posisi kompetitif mata uangnya, tentu perlu kami antisapasi,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar